Kamis, 09 Juni 2016
Posts by : Admin
Resensi Film History of China Benteng
Film Dokumenter Durasi 9.30 menit
Di Tangerang ada sekelompok etnis
yang dapat dikatakan menarik yaitu etnis Cina Benteng. persebaran Cina Benteng
di Tangerang cukup banyak, seperti di Mauk, Neglasari, Karawaci dan tempat
lainnya. Yang paling menonjol adalah masyrakat Cina Benteng yang tinggal di
tepi sungai Cisadane. Umumnya, mereka memiliki kulit sawo matang atau gelap,
mata tidak terlalu sipit, tidak bisa berbahasa Cina dan perekonomian yang
kurang memadai dibandingkan dengan etnis Tionghoa yang lain yang ada di
Indonesia.
Warga Cina Benteng dikenal hidup
sebagai petani, pedagang, peternak, nelayan. Sebagian bersuami/istri penduduk
asli dari Indonesia, sehingga tradisi mereka telah berakulturasi dengan tradisi
kaum Pribumi, tak terkecuali dalam bidang kesenian seperti cokek dan gambang
kromong.
Kini, tanpa kita sadari keberadaan
warga Cina Benteng seringkali tersingkirkan dari kehidupan hiruk pikuk kota
Tangerang. Padahal, banyak hal yang dapat dibanggakan dari keturunan Etnis Tionghoa
ini. Mereka tetap melestarikan budaya leluhur dan tradisi Tiongkok.
Kehadirannya dapat dijumpai dengan “meja abu” yang terletak di dalam rumah
masing-masing, dimana para anggota dapat menjalankan ritual penghormatan kepada
arwah keluarga yang sudah meninggal. Selain itu, upacara pesta perkawinan
pasangan Cina Benteng dilakukan sebanyak dua kali. Pesta tersebut dibedakan
berdasarkan perbedaan makanan yang disajikan. Bagi non-Muslim biasanya
disajikan babi panggang Tangerang dan minuman Bir. Pada pesta perkawinan juga
dimeriahkan dengan musik Gambang Keromong dengan lagu-lagu favorit seperti :
Cinte manis berdiri, pecah piring, semar gurem dan onde-onde, dsb. Disertai
pula tarian Cokek yang umumnya datang dari daerah sekita Krawang yang dianggap
belum “afdol” jika tidak ada penari cokek yang terlihat sensual itu
1. Peh Cun.
Warga Cina Tangerang masih merayakan tradisi Peh Cun diisi
dengan perlombaan perahu naga di Sungai Cisadane yang membentang tenang. Peh
Cun merupakan sebuah tradisi yang diadakan sejak tahun 1911 di Indonesia yang
sempat terhenti pada tahun 1965 akibat geger politik.
Perayaan Cap Go Meh menjadi ciri khas warga Tangerang yang
dirayakan sebagai upaya pengenalan keagamaan dan keyakinan Warga Tiongjoa
terhadap budaya Tiongkok yang sudah dilaksanakan secara turun temurun.
Bertempat di Klenteng Boen Tek Bio, yang berada di Jalan
Bakti No.14 Kawasan Pasar Lama, Tangerang, acara dimeriahkan dengan ttarian
Barongsai yang lucu dan energik, tarian liong yang meliuk-liuk diiringi tabuhan
genderang, serta perpaduan suara gong dan gemerincing yang menambah kemeriahan
acara tersebut.
2. Cio Tao
Cio Tao merupakan pernikahan berdasarkan adat di kebudayaan
masyarakat Chinese. Biasanya kegiatan Cio Tao ini diadakan di rumah pengantin
masing-masing di pagi hari, sepagi mungkin. Mengapa? Karena konon, aapabila
melakukan adat ini di siang hari, rezeki untuk pengantin itu bisa habis.. Oleh
karena itu, Cio Tao harus dilakukan pagi hari.
Di dalam kegiatan Cio Tao ada beberapa ritual yang
dilakukan. Seperti contohnya sembahyang, menginjak nampan yang berwarna merah
dan bergambar Yin dan Yang, menyisir rambut, sawer uang, dan masih banyak lagi.
Berikut ini akan saya bahas satu per satu.
Pertama-tama biasanya orang tua dari mempelai akan melakukan
sembahyang terhadap leluhur, kemudian dilanjutkan dengan penuangan arak
sebanyak 3 kali ke lantai.
Setelah orang tua mempelai yang melakukan sembahyang, barulah si mempelai yang
melakukan sembahyang kepada leluhur.
Setelah itu pengantin akan dibawa masuk dan diminta untuk
duduk di sebuah kursi dengan kakinya berada di dalam sebuah nampah. Nampah yang
berwarna merah dan terdapat gambar Yin dan Yang. Ketika pengantin menginjak
nenampah itu, dilarang menggeser nenampah itu sama sekali.
Setelah itu ada seorang anak kecil dari pihak pengantin,
yang dinamakan secek. Secek ini diminta untuk menyisir rambut pengantin dari
bawah kepala sampai ke kaki. Konon katanya mengapa harus disisir sampai ke
kaki? Agar suatu saat dalam menjalani bahtera rumah tangga, apabila ada cekcok
sedikit bisa langsung diluruskan saja dengan baik-baik.
Setelah itu pengantin akan duduk bersama secek dan memakan
semangkuk nasi dengan 12 macam lauk pauk yang berbeda menggunakan sumpit.
Nah, sehabis sesi makan nasi dengan 12 lauk pauk ini,
dilanjutkan dengan memakan nasi dengan gula, nah pas makan gnasi cocol gula ini
disuapin sama orang tua masing-masing mempelai. Mungkin hal ini dimaksudkan
agar nanti selama menjalani bahtera rumah tangga manis-manis terus jalannya
seperti gula..
Selanjutnya, dilanjutkan dengan acara saweran.. Pengantin akan berjalan
berdampingan melalui pintu masuk, kemudian orang yang paling tua disana akan
melemparkan uang receh, nah barang siapa orang yang bisa mengambil uang
recehnya, itu menjadi hak mereka. Konon, uang itu lebih baik agar tidak
dibelanjakan, karena bisa mendatangkan hoki.
Kemudian, pengantin akan saling suap-menyuapi semangkuk
onde. Onde makanan yang terbuat dari sagu dan tepung terigu, dilengkapi dnegan
gula cair hingga rasanya manis.
Acara yang terakhir adalah pengantin akan bersembahyang
kepada leluhur secara bersama-sama atau berdampingan. Nah, dengan menjalani
beberapa ritual Cio Tao tersebut, secara adat mereka sudah dianggap sah sebagai
suami istri.
3. Anak Wayang
Tari Cokek termasuk jenis tari-tarian yang lazim dipertunjukan
masyarakat Banten di kawasan Tangerang. Tarian Cokek pertama kali diperkenalkan
seorang tuan tanah keturunan Tionghoa, Tan Sio Kek. Menurut kisahnya, Tan Sio
Kek kerap menyelenggarakan pesta di kediamannya dan mengundang orang para
musisi dari daratan Cina dengan membawa alat musik dari negara asalnya.
Alat musik yang dimainkan musisi dari Cina yakni Rebab Dua
Dawai, selain itu ketiga musisi itu memainkan alat tradisional Tangerang
seperti Seruling, Gong dan kendang. Untuk meramaikan suasana, Tan Sio Kek
menampilkan tiga perempuan menari mengikuti alunan musik dari para musisi. Para
tamu yang menghadiri pesta itu menyebut penari-penari sebagai Cokek. Namun, ada
meyakini Cokek itu nama dari salah satu anak buah Tan Sio Kek. Sejak saat itu
masyarakat Tangerang, Banten mulai kenal Tari Cokek.
Tarian Cokek biasanya dimainkan oleh sepuluh orang penari
wanita, dan tujuh orang laki-laki pemegang gamang kromong, alat musik yang
mengiringinya. Tari Cokek merupakan jenis tarian khas yang berasal dari daerah Tangerang
yang pada awalnya berkembang di daerah betawi. Di daerah Tangerang, tari Cokek
biasanya dimainkan sebagai pertunjukkan hiburan saat warga Cina benteng
menyelenggarakan acara, khususnya acara pernikahan. Oleh warga Tionghoa di
Tangerang, Tari Cokek disebut sebagai tari penyambutan tamu.
Keunikan Tari Cokek terlihat pada gerakan tubuh penarinya
yang bergerak perlahan-lahan sehingga mudah untuk diikuti oleh penonton.
Gerakan tarian tari Cokek ini kemudian akan dilanjutkan dengan ajakan pada para
penonton untuk ikut bergabung menari. Ajakan pada para penonton itu dilakukan
dengan cara mengalungkan selendang ke leher sambil menariknya maju ke depan
atau ke panggung.
Ajakan itu umumnya ditujukan kepada pemuka masyarakat atau
orang kaya yang hadir pada acara itu. Proses menari bersama ini dilakukan
berdekatan antara penari dengan penonton, tetapi tidak saling bersentuhan.
Tak dapat dipungkiri, Cina Benteng memiliki banyak budaya
dan tradisi, tetapi sering kali terlupakan, bahkan oleh warga Tionghoa sendiri.
Sehingga dengan film ini, diharapkan masyrakat dapat lebih mengenal sebagian
kecil dari budaya Cina Benteng yang masih ada di Indonesia hingga saat ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar