Sabtu, 14 Mei 2016

Resensi Film Ngenest (2015)

Film Ngenest (2015)

Sutradara    : Ernest Prakasa
Produser      : Chand Parwez Servia
                        Fiaz Servia
Penulis         : Ernest Prakasa
Pemeran      : Ernest Prakasa
                        Lala Karmela
                        Morgan Oey (Patrick
                        Kevin Anggara
                        Brandon Salim         
Subtitle        : Bahasa Indonesia
Durasi          : 90 menit






Sinopsis

Film komedi ini menceritakan tentang kehidupan ala Ernest, seorang yang ketunuan Cina yang dari merasakan beratnya hidup yang dilalui karena terlahir menjadi seorang minoritas dalam hal ini merupakan perbedaan dan selalu terkena bully (hinaan) yang diterima oleh teman - teman seangkatannya sejak masih kecil (masih di sekolah dasar). Menjadi korban bully oleh teman - temannya membuatnya bertekad untuk mengubah kekurangannya sebagai minoritas menjadi kelebihan, ia membuat keputusan untuk menikah dengan orang pribumi (calon istri) untuk mengakhiri diskriminasi dalam generasi ia yang selanjutnya tentunya dengan harapan anaknya kelak tidak akan mengalami nasib pahit seperti dirinya di masa depan.

Sebenarnya dalam kondisi fisiknya Ernest memang benar - benar identik keturunan Cina dengan ciri berkulit putih, mata sipit (narrow eyes), namun karena kehidupan yang ia jalani tidak sesuai keinginannya itupun dianggap kerugian besar baginya. Sejak menginjak SD tanpa melakukan sesuatu ia langsung di bully oleh temannya karena merupakan minoritas, yang akhirnya jalan pembullyan itu menuju kepada teman yang senasib dengannya yakni Patrick. Dan hal ini masih berlanjut di SMP karena pahitnya masa SD ia pun mencoba cara lain untuk memutus pembullyan kepada dirinya dengan membaur kepada orang yang selalu mengolok - oloknya serta memalaknya dengan harapan dia tidak akan menjadi korban bully lagi namun hasil tersebut gagal dan karena itulah Ernest ingin menikah dengan orang pribumi yang diidam - idamkan untuk memutuskan mata rantai diskriminasi agar tidak terjadi kelak kepada anaknya namun bagi sahabanya memang cita - cita Ernest memang aneh.

Setelah dimasa kuliah dengan tekad mencari jodoh pribumi karena masa SMA di swasta ia tidak mendapati pacar pribumi melainkan keturunan Cina, namun karena jodoh akhirnya berkenalan dengan gadis pribumi yang cantik serta sama keyakinan lagi (wooo mantap deh). Perjalanan pendekatan mereka berlangsung cepat sehingga langsung bertemu orang tua Meira untuk meminta restu karena overprotektif. Dalam hal ini timbul masalah karena ayahnya pernah ditipu oleh orang keturunan Cina dengan rasa khawatir Ernest akan seperti itu kelak nanti. Namun seringnya waktu merekapun berpacaran selama 5 tahun dan kemudian menikah.
Karena rasa takut akibat diskriminasi yang terjadi pada dirinya sudah hampir 2 tahun mereka menikah dan belum memiliki anak. Rasa takut menghantui dirinya yang membuatnya berpikir untuk memiliki anak dengan harapan mirip dengan istrinya yakni Meira sebagai pribumi namun peluang tersebut memliki kegagalan. Dan Akhirnya pun mereka mendapati anak yang bermata sipit seperti Ernest.


Pendapat Kelompok Kami 

Pendapat kami atas film ini mengajarkan bahwa semua perilaku yang kita terima itu dalam kehidupan banyak, tidak semua yang ada hanya pahit, serta ada manisnya. Hidup bagaikan seseorang yang naik motor tidak terprediksi jalanan seperti apa yang kita lalui dalam kehidupan serta tidak semua yang kita inginkan terjadi dan tidak semua yang kita tidak inginkan terjadi mengambil tindakan seperti menikah dengan ras lain itu boleh - boleh saja namun hasilnya belum tentu identik dengan yang kita harapkan, jadi apapun yang kita terima kita lakukan saja dengan ikhlas (syukur).

Saran Kelompok Kami
Saran kami atas film ini Saran kami atas film ini sebaiknya saat mengalami bullying atas perbedaan suku seperti ini dapat melakukan yang baik dengan sikap, perbuatan, dan tingkah laku yang sopan. Tidak membalas perbuatan tersebut karena akan sia" atas hal tersebut. Lakukanlah dengan bijak atas hidup ini. Dan menikah dengan orang pribumi pun tidak menjamin anaknya akan sama dengan orang pribumi karena yang mengatur hal itu hanya Tuhan. Seharusnya lebih menggunakan bahasa bahasa yang sopan. Karena secara tidak langsung seperti menunjukkan bahwa setiap orang yang berbudaya memiliki sesuatu yang patut dihormati atapun disegani.