The Act Of Killing (Jagal)
Sutradara : Joshua Oppenheime
Produser : Signe Byrge Sorensen
Durasi 2 Jam Bahasa Indonesia
Tanggal Rilis: 1 November 2012 (indonesia)
Serial film: The Act of Killing/The Look of Silence film
series
Pemain: Anwar Congo, Japto Soerjosoemarno, lainnya
Skenario: Joshua Oppenheimer, Christine Cynn
Musik digubah oleh: Karsten Fundal, Elin Øyen Vister
Inilah Film Jagal
yang menjadi film nominasi di ajang penghargaan akademi award di 2014. Film ini
telah mengantongi piala yang tidak terhingga karena ini adalah film dokumenter
pertama Indonesia yang memenangkan salah satu kebanggaan menurut kelompok kami nyittheu
adalah piala Oscar. Ini adalah film dokumenter yang menyorot tentang pelaku
pembunuhan yang dilakukan oleh anti-PKI pada tahun 1965 - 1966 yang mengisahkan
kisah tragis berupa kekejaman yang dianggap perbuatan heroik.
Film ini merupakan
film yang diputar oleh rekan kelompok kami gotiao pada 7 April 2016 bagi
kelompok kami merupakan film yang mengisahkan tentang peristiwa pembunuhan
rakyat komunis yang tidak lain merupakan etnik Tionghoa dan dilakukan oleh para
pembunuh yang menceritakan tentang pembunuhan yang mereka lakukan, cara yang
digunakan, dan barang apa saja yang mereka gunakan.
“Tokoh Utama Dalam Film Jagal ini adalah
Anwar Congo yang pada masa mudanya menghabiskan waktu di bioskop tentu saja
karena mereka merupakan preman bioskop dan pada tahun 1965 tentara merekrut mereka
untuk membentuk pasukan pembunuh untuk membunuh dan tentu saja targetnya merupakan
yang tertuduh komunis, dalam hal ini karena Anwar Congp dan kawan – kawannya merupakan
pengagum berat James Dean, John Wayne, dan Viktor Mature, mereka secara terang –
terangan mempragakan gaya berpakaian serta cara membunuh dalam acara hollywood.
Dengan mereka meminjam teknik dari film mafia yang berujung pada pembunuhan
komunis dan karena cara tersebut kurang efisien maka mereka lebih cenderung
untuk mencoba cara membunuh yang lebih efisien dan tidak memakan banyak waktu,
dalam hal ini Anwar lebih cenderung memakai kawat untuk menjerat targetnya dan cara yang digunakan
lainnya oleh Anwar Congo dan teman-temannya, di Jawa Timur pembunuhan ada yang
dilakukan dengan cara kepala dipenggal kemudian dipamerkan di piggir jalan.
Dalam laporan Aljazeera tentang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di Bali dan
di Blitar, para pelaku menceritakan pembunuhan dilakukan di antaranya dengan
menggunakan benda keras dipukulkan di bagian belakang kepala, ada yang
menggunakan parang untuk memenggal leher.”
Film ini Jagal menggambarkan pembunuhan dilakukan dengan kekejaman
yang diluar batas kemanusiaan – dicekik dengan melilitkan kawat di leher
kemudian ditarik sekuat-kuatnya dari dua ujungnya, dicekik dengan menginjakkan
kaki meja di leher kemudian para pembunuh duduk diatas meja sambil menyanyi.
Kekejaman itu diakui sendiri oleh para pelaku. Menghabisi nyawa orang dengan
cara keji adalah pelanggaran HAM.
Selain
itu Film Jagal tidak bisa diputar terbuka di Indonesia. Masih terlalu banyak
orang-orang, terutama militer dan politikus-politikus penerus Orde Baru, yang
menentang pembunuhan massal pada tahun 1965 dan 1966 diungkapkan. Ketika
laporan penyelidikan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM dalam pembunuhan massal
tersebut diumumkan, reaksi mereka sangat keras. Djoko Suyanto, Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengatakan pembunuhan itu dibenarkan
untuk menyelamatkan negara dari komunisme.
Pendapat kelompok kami :
Menurut
kelompok kami film ini bercerita tentang sebuah pembantai masal yang dilakukan
oleh manusia terhadap manusia lainnya serta bercerita tentang dunia yg dibangun
oleh imajinasi dan penyampaian cerita, Film ini juga menceritakan sebuah kisah
mengenai apa yang terjadi jika manusia membangun normalitas sistem ekonomi dan
politik berdasarkan kekerasan,kebohongan,dan ketakutan. Dengan film ini kami
sebagai generasi muda menjadi sadar sejarah dan tahu banyak terjadinya
pelanggaran diluar indonesia yang dilakukan oleh pemerintah negara lain.
Saran kelompok kami :
Saran
menurut kelompok kami, film ini lebih sepenuhnya sadar bahwa sebanyak dan
sebesar apapun pelanggaran HAM yang dilakukan negara lain tidak pernah
memberikan pembenaran bahwa kita melakukan hal yang sama dinegara kita sendiri
dan film ini harus lebih memberikan tanggung jawab terhadap dunia yang lebih
memanusiawi dan sebaiknya kita memulai untuk membuat Indonesia lebih menjadi
manusiawi.
0 komentar:
Posting Komentar