Rabu, 13 April 2016

Resensi Film The Act Of Killing JAGAL

The Act Of Killing (Jagal)
Sutradara : Joshua Oppenheime
Produser  : Signe Byrge Sorensen
Durasi 2 Jam Bahasa Indonesia
Tanggal Rilis: 1 November 2012 (indonesia)
Serial film: The Act of Killing/The Look of Silence film series
Pemain: Anwar Congo, Japto Soerjosoemarno, lainnya
Skenario: Joshua Oppenheimer, Christine Cynn
Musik digubah oleh: Karsten Fundal, Elin Øyen Vister
Inilah Film Jagal yang menjadi film nominasi di ajang penghargaan akademi award di 2014. Film ini telah mengantongi piala yang tidak terhingga karena ini adalah film dokumenter pertama Indonesia yang memenangkan salah satu kebanggaan menurut kelompok kami nyittheu adalah piala Oscar. Ini adalah film dokumenter yang menyorot tentang pelaku pembunuhan yang dilakukan oleh anti-PKI pada tahun 1965 - 1966 yang mengisahkan kisah tragis berupa kekejaman yang dianggap perbuatan heroik.
Film ini merupakan film yang diputar oleh rekan kelompok kami gotiao pada 7 April 2016 bagi kelompok kami merupakan film yang mengisahkan tentang peristiwa pembunuhan rakyat komunis yang tidak lain merupakan etnik Tionghoa dan dilakukan oleh para pembunuh yang menceritakan tentang pembunuhan yang mereka lakukan, cara yang digunakan, dan barang apa saja yang mereka gunakan.
“Tokoh Utama Dalam Film Jagal ini adalah Anwar Congo yang pada masa mudanya menghabiskan waktu di bioskop tentu saja karena mereka merupakan preman bioskop dan pada tahun 1965 tentara merekrut mereka untuk membentuk pasukan pembunuh untuk membunuh dan tentu saja targetnya merupakan yang tertuduh komunis, dalam hal ini karena Anwar Congp dan kawan – kawannya merupakan pengagum berat James Dean, John Wayne, dan Viktor Mature, mereka secara terang – terangan mempragakan gaya berpakaian serta cara membunuh dalam acara hollywood. Dengan mereka meminjam teknik dari film mafia yang berujung pada pembunuhan komunis dan karena cara tersebut kurang efisien maka mereka lebih cenderung untuk mencoba cara membunuh yang lebih efisien dan tidak memakan banyak waktu, dalam hal ini Anwar lebih cenderung memakai kawat untuk menjerat targetnya dan cara yang digunakan lainnya oleh Anwar Congo dan teman-temannya, di Jawa Timur pembunuhan ada yang dilakukan dengan cara kepala dipenggal kemudian dipamerkan di piggir jalan. Dalam laporan Aljazeera tentang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di Bali dan di Blitar, para pelaku menceritakan pembunuhan dilakukan di antaranya dengan menggunakan benda keras dipukulkan di bagian belakang kepala, ada yang menggunakan parang untuk memenggal leher.”
Film ini Jagal menggambarkan pembunuhan dilakukan dengan kekejaman yang diluar batas kemanusiaan – dicekik dengan melilitkan kawat di leher kemudian ditarik sekuat-kuatnya dari dua ujungnya, dicekik dengan menginjakkan kaki meja di leher kemudian para pembunuh duduk diatas meja sambil menyanyi. Kekejaman itu diakui sendiri oleh para pelaku. Menghabisi nyawa orang dengan cara keji adalah pelanggaran HAM.
          Selain itu Film Jagal tidak bisa diputar terbuka di Indonesia. Masih terlalu banyak orang-orang, terutama militer dan politikus-politikus penerus Orde Baru, yang menentang pembunuhan massal pada tahun 1965 dan 1966 diungkapkan. Ketika laporan penyelidikan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM dalam pembunuhan massal tersebut diumumkan, reaksi mereka sangat keras. Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengatakan pembunuhan itu dibenarkan untuk menyelamatkan negara dari komunisme.

Pendapat kelompok kami :
Menurut kelompok kami film ini bercerita tentang sebuah pembantai masal yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya serta bercerita tentang dunia yg dibangun oleh imajinasi dan penyampaian cerita, Film ini juga menceritakan sebuah kisah mengenai apa yang terjadi jika manusia membangun normalitas sistem ekonomi dan politik berdasarkan kekerasan,kebohongan,dan ketakutan. Dengan film ini kami sebagai generasi muda menjadi sadar sejarah dan tahu banyak terjadinya pelanggaran diluar indonesia  yang dilakukan oleh pemerintah negara lain.

Saran kelompok kami :
Saran menurut kelompok kami, film ini lebih sepenuhnya sadar bahwa sebanyak dan sebesar apapun pelanggaran HAM yang dilakukan negara lain tidak pernah memberikan pembenaran bahwa kita melakukan hal yang sama dinegara kita sendiri dan film ini harus lebih memberikan tanggung jawab terhadap dunia yang lebih memanusiawi dan sebaiknya kita memulai untuk membuat Indonesia lebih menjadi manusiawi.

0 komentar:

Posting Komentar